Saturday 21 February 2009

Besi membantu laut menangkap lebih banyak karbon dioksida



Sebuah tim internasional yang sedang meneliti peranan zat besi dalam penyimpanan karbon di bawah laut telah membuktikan bahwa fertilisasi zat besi secara alami meningkatkan laju penangkapan karbon. Akan tetapi, pengukuran-pengukuran yang dilakukan tim ini bertentangan penelitian-penelitian sebelumnya − dan semakin mendukung ide tentang eksperimen-eksperimen yang telah direncanakan untuk memfertilisasi laut dengan zat besi secara buatan sebagai sebuah alat untuk mengurangi karbon dioksida dari atmosfer.

Peranan zat besi dalam siklus karbon laut adalah meningkatkan pertumbuhan fitoplankton, yang menghilangkan karbon dioksida dari udara melalui forosintesis. Meskipun kebanyakan karbon pada biomassa yang dihasilkan akan masuk kembali ke atmosfer melalui siklus karbon, ada sedikit yang jatuh ke kedalaman laut ketika plankton mati, yang secara efektif mengunci karbon tersebut selama hingga 300 tahun. Teorinya adalah bahwa semakin banyak plankton, semakin banyak karbon yang akan disimpan di kedalaman laut.

Fertilisasi-besi secara buatan untuk mempromosikan pertumbuhan fitoplankton melibatkan penempatan zat besi dalam jumlah banyak di daerah-daerah laut yang kekurangan mineral ini tetapi daerah-daerah tersebut masih memiliki semua komponen lain yang diperlukan untuk pertumbuhan plankton. Akan tetapi, gagasan ini masih kontroversial, karena dianggap tidak efektif - serta dampak lingkungan yang ditimbulkan, dan juga karena hubungan pasti antara zat besi dan jumlah karbon yang dilepaskan untuk sirkulasi masih belum diketahui. Pada tahun 2008 Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati sepakat untuk menghentikan semua trial fertilisasi zat besi di pantai kecuali beberapa trial skala kecil karena kekhawatiran tentang dampak lingkungan yang berbahaya.


Cukup gunakan prinsip alami

Proyek Crozex yang dipimpin oleh Raymond Pollard dan Richard Saunders dari National Oceanography Centre di Southampton, Inggris, meneliti perairan di sekitar pulau Crozet di Laut Selatan dalam upaya untuk membuktikan bagaimana sebetulnya kadar zat besi mempengaruhi penangkapan karbon. "Menentukan hubungan antara zat besi dan karbon secara kuantitatif adalah hal penting yang harus dilakukan," kata Saunders.

Perairan di sekitar pulau Crozet secara alami telah disuplai dengan zat besi dari pulau-pulau volkanik. "Kita mengetahui secara pasti bahwa di perairan ini terdapat banyak zat besi dari pulau-pulau volkanis yang ada di sekitarnya yang masuk ke dalam laut dan memfertilisasi pertumbuhan tanaman," kata Saunders.

Setelah mengukur konsentrasi total zat besi terlarut dalam laut, tim ini menggunakan berbagai teknik untuk mengukur berapa banyak karbon yang dieksportasi ke kedalaman laut. Mereka menghitung jumlah karbon organik yang tenggelam dari laut permukaan (100 meter teratas yang dicampur oleh angin dan arus) ke laut interior dengan menggunakan rasio 233Th-238U. "Torium merupakan sebuah unsur radioaktif yang terbentuk secara alami dengan afinitas yang tinggi untuk partikel-partikel, tetapi uranium induknya memiliki afinitas rendah untuk partikel-partikel," papar Saunders. Partikel-partikel Torium melekatkan darinya ke partikel-partikel karbon, dan ketika mereka tenggelam, merubah rasio trorium-uranium yang stabil. "Karena kita berurusan dengan unsur radioaktif yang memiliki waktu paruh diketahui, maka kita memperkirakan laju fluks penurunan dari permukaan laut," kata dia.

"Lebih jauh ke dalam laut kita menggunakan jebakan-jebakan sedimen yang analog dengan alat pengukur hujan. Jebakan-jebakan ini merupakan corong yang mengumpulkan zat partikulat dan menyimpannya dalam pot-pot kecil," kata Saunders. Salah satu pot kemudian diambil setiap bulan selama periode satu tahun. Tim ini juga mengambil biji-biji sedimen untuk mengambil sampel sedimen-sedimen yang lebih dalam.

Temuan tim ini menguatkan bahwa fertilisasi zat besi secara alami meningkatkan jumlah karbon yang diekspor ke interior laut sebesar dua sampai tiga kali lipat. Akan tetapi, jumlah ini 18 kali lebih besar dibanding yang ditemukan selama eksperimen 2004 dimana pertumbuhan fitoplankton diinduksi oleh penambahan zat besi secara buatan, tetapi 77 kali lebih kecil dibanding pertumbuhan plankton yang ditimbulkan oleh sumber zat besi alami − yang diteliti oleh tim internasional lain yang dipimpin oleh Stephane Blain, Marseille Centre for Oceanography, Perancis, 2 tahun yang lalu. "Kami masih tidak tahu apakah jumlah ini berbeda karena lingkungan yang berbeda atau karena ada perbedaan mendasar," kata Saunders.

Tetapi meskipun kurang kesepakatan, nilai ini masih jauh lebih rendah dibanding dari perkiraan geo-teknik, tambah Pollard, yang memiliki "implikasi signifikan bagi proposal untuk mengurangi efek perubahan iklim melalui penambahan zat besi ke laut."

Penelitian ini memberikan ide yang lebih baik tentang bagaimana peranan fertilisasi zat besi dalam artian alami," kata Michael Behrenfeld, seorang ahli di bidang siklus karbon laut dan perubahan iklim di Oregon State University, Amerika Serikat. "Tetapi mengapa jumlahnya begitu berbeda masih menjadi pertanyaan besar."

Tetapi Behrenfeld sangat berlawanan dengan ide untuk menambahkan zat besi secara buatan ke dalam laut sebagai cara untuk mengatasi perubahan iklim, karena dengan menambahkan proses seperti ini akan memicu perubahan yang besar dan tak terprediksi bagi ekosistem. "Telah banyak pembahasan dalam komunitas seperti apakah ini merupakan ide yang baik atau bukan. Dan secara umum metode ini tidak dianggap sebagai cara yang efektif untuk mengatasi perubahan iklim − masih banyak cara yang lebih baik, dengan hasil yang lebih dapat diprediksi − untuk mengatasi CO2.

0 comments:

ads


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger